Rabu, 15 April 2009

Teknik Konservasi Tanah dan Air Melalui Pengembangan Embung

Latar Belakang Embung
Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.

Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu (temporal) dan tempat (spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun. Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air (water demand) yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah (natural manner).

Teknologi embung atau tandon air merupakan salahsatu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan petani. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.

Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau. Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.

Persyaratan Pembuatan Embung :
  1. Daerah pertanian lahan kering/perkebunan/ peternakan yang memerlukan pasokan air dari embung sebagai suplesi air irigasi.
  2. Air tanahnya sangat dalam.
  3. Bukan lahan berpasir.
  4. Terdapat sumber air yang dapat ditampung baik berupa air hujan, aliran permukaan dan mata air atau parit atau sungai kecil.
  5. Wilayah sebelah atasnya mempunyai daerah tangkapan air atau wilayah yang mempunyai sumber air untuk dimasukkan ke embung, seperti mata air, sungai kecil atau parit dan lain sebagainya.

Dalam penyusunan desain embung perlu diperhatian hal-hal sbb:
  1. Melakukan observasi lapangan untuk menentukan kontruksi embung yang paling sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Misalnya pada kondisi tanah yang porus, dinding embung harus lebih kuat dan kedap air. Embung dapat dibangun dengan memanfaatkan alur alami, saluran drainase, menampung mata air atau menggali tanah, atau langsung menampung air hujan.
  2. Menentukan letak geografis embung. Dalam menentukan letak embung harus diperhatikan posisi lahan dan areal pertanaman, lokasi sumber air, ketinggian dan kemiringan lahan. Sebaiknya letak embung lebih tinggi dibandingkan lahan usahatani agar distribusi dan pengaliran air ke lahan pertanian/peternakan dapat dilakukan dengan sistem gravitasi.
  3. Daerah atas calon lokasi embung sebaiknya merupakan daerah tangkapan air hujan, yang aliran permukaannya dapat diarahkan masuk ke embung.

Pelaksanaaan pembuatan embung dilakukan dalam beberapa tahap antara lain :
  1. Disain Embung. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume yang dibuat minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat. Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan akan lebih luas dari volume minimal tersebut.
  2. Penggalian. Penggalian dapat pula dilakukan di dekat alur alami/saluran drainase/mata air untuk dapat dijadikan sebagai sumber pengisian air ke dalam embung.
  3. Dinding pinggir embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman 2 s/d 2,5 m (tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari kotoran yang terbawa air limpasan.
  4. Memperkokoh dinding embung. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retak dan air yang telah berada embung tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan air di embung tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi semen agar tidak bocor. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah pengambilan air.
  5. Pembuatan saluran pemasukan berupa sudetan dari saluran air ke embung sangatlah penting. Saluran pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam embung, sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran pemasukan ini dapat dilengkapi dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan ditutup.
  6. Membuat pelimpas air/saluran pembuangan (outlet). Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau saluran drainase. Hal ini untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air berlebih. Demikian pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung.
  7. Pengawasan

Operasional dan Pemeliharaan Embung
Operasional dan pemeliharaan embung yang telah selesai dibangun dilakukan oleh petani/kelompok tani pengelola embung. Pemanfaatan air embung dilakukan dengan membuat Jaringan/Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara untuk mengairi lahan usahatani, antara lain :
  1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.
  2. Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa (bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau dengan alat manual lainnya.

Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi suplementer. Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
  1. Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi kehilangan air oleh penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain :
  2. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung dibuat anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan tanaman merambat.
  3. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi datangnya angin dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai pengganti tiang.
  4. Memelihara/Melindungi Embung Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul embung.Pengangkatan endapan Lumpur.Perbaikan tanggul yang bocor.Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar